THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Selasa, 20 April 2010

Tanam 1000 Pohon, Bentuk Kepedulian Lingkungan



PEMANASAN global masih menjadi isu sentral di berbagai belahan dunia. Lantas, bagaimana caranya agar bumi dapat terlindung dari radiasi sinar matahari?

Bumi memiliki lapisan atmosfer yang melindunginya dari dampak radiasi sinar matahari. Setiap hari, panas matahari masuk ke bumi menembus lapisan atmosfer berupa radiasi gelombang pendek. Sebagian diserap bumi, sisanya dipantulkan lagi ke angkasa.

Pada lapisan atmosfer bumi tersebut, terdapat selimut gas yang biasa disebut Gas Rumah Kaca. Gas ini berfungsi menahan panas matahari agar tidak dilepas kembali seluruhnya ke angkasa, sehingga matahari tetap hangat.

Selama bumi masih dalam temperatur 16 Celsius, pemanasan bumi adalah hal yang baik. Tetapi ketika terjadi peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca yang melebihi batas normal, maka akan membuat penumpukan gas yang terperangkap efek rumah kaca sehingga menekan jumlah radiasi infra merah yang seharusnya lolos ke ruang angkasa. Bumi akan semakin panas.

Itulah penyebab terjadinya pemanasan global (global warming) yang belakangan tengah melanda berbagai belahan dunia. Dan efek pemanasan global itu semakin hari kian terasa.

Bertepatan dengan hari bumi dan untuk mencegah pemanasan global, PT Accor Indonesia, perusahaan yang mengoperasikan usaha hotel dan restoran itu ikut sumbangsih melakukan gerakan peduli lingkungan dengan menanam 1000 pohon di sepanjang Pantai Bende dan pesisir laut Ancol, Jakarta Utara.

“Untuk merayakan hari bumi, pada hari ini kami mengadakan kegiatan sosial melalui bentuk aktivitas menanam pohon. Kami menyumbang 1000 pohon yang ditanam secara simbolis di sepanjang pantai Bende dan pesisir sampai beberapa meter di tengah laut Ancol,” kata Tia Ayunita A Hanafiah, Public Relations Officer Gran Mahakam Hotel saat dihubungi okezone melalui telepon genggamnya, Kamis (24/4/2008).

Tindakan ini, sambung Tia, menjadi salah satu upaya manajemen hotel guna mewujudkan kepedulian lingkungan. Melalui upaya ini, Accor management berkomitmen untuk menanam pohon setiap membangun satu kamar hotel.

“Salah satu bentuk kepedulian Accor terhadap lingkungan ialah dengan membentuk komitmen untuk menyumbangkan 10 pohon setiap membangun satu kamar hotel. Penanaman pohon menjadi komitmen kami untuk melindungi efek global warming dan semakin berkurangnya hutan di Indonesia,” beber wanita hitam manis ini.

Ditambahkan oleh Tia, penanaman pohon dimaksudkan agar terhindar dari bencana lingkungan. Selain itu, kehadiran pohon produktif di sepanjang jalan memberi kesegaran udara bagi orang yang berada di sekitarnya.

“Mudah-mudahan dengan komitmen kami untuk menanam pohon dapat menghambat terjadinya banjir maupun bencana alam lainnya,” harapnya.

Adapun pohon yang disumbangkan dalam acara yang dibantu oleh Perhutani ini ialah kayu sengor.

“Bibit pohon sengor yang ditanam di sepanjang Pantai Bende dan pesisir laut Ancol rencananya akan dikirim ke Pemalang,” pungkasnya seraya berharap agar kegiatan sosial ini dapat diikuti oleh usaha properti dan hotel lain.(nsa)





Senin, 19 April 2010

Penebangan Kayu di Hutan Hujan


Salah satu sebab utama perusakan hutan hujan adalah penebangan hutan. Banyak tipe kayu yang digunakan untuk perabotan, lantai, dan konstruksi diambil dari hutan tropis di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Dengan membeli produk kayu tertentu, orang-orang di daerah seperti Amerika Serikat secara langsung membantu perusakan hutan hujan.

Walau penebangan hutan dapat dilakukan dalam aturan tertentu yang mengurangi kerusakan lingkungan, kebanyakan penebangan hutan di hutan hujan sangat merusak. Pohon-pohon besar ditebangi dan diseret sepanjang hutan, sementara jalan akses yang terbuka membuat para petani miskin mengubah hutan menjadi lahan pertanian. Di Afrika para pekerja penebang hutan menggantungkan diri pada hewan-hewan sekitar untuk mendapatkan protein. Mereka memburu hewan-hewan liar seperti gorila, kijang, dan simpanse untuk dimakan.

Penelitian telah menemukan bahwa jumlah spesies yang ditemukan di hutan hujan yang telah ditebang jauh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah yang ditemukan di hutan hujan utama yang belum tersentuh. Banyak hewan di hutan hujan tidak dapat bertahan hidup dengan berubahnya lingkungan sekitar.

Penduduk lokal biasanya bergantung pada penebangan hutan di hutan hujan untuk kayu bakar dan bahan bangunan. Pada masa lalu, praktek-praktek semacam itu biasanya tidak terlalu merusak ekosistem. Bagaimanapun, saat ini wilayah dengan populasi manusia yang besar, curamnya peningkatan jumlah orang yang menebangi pohon di suatu wilayah hutan hujan bisa jadi sangat merusak. Sebagai contoh, beberapa wilayah di hutan-hutan di sekitar kamp-kamp pengungsian di Afrika Tengah (Rwanda dan Congo) benar-benar telah kehilangan seluruh pohonnya.

Sabtu, 17 April 2010

Pulihkan DAS Citarum, Pulihkan Indonesia


WALHI 14/04/10, Jakarta - Proyek tahap pertama Program Investasi Pengelolaan Sumber Daya Air Citarum secara Terpadu ternyata tidak untuk memperbaiki DAS Citarum secara komprehensip. Namun tidak lebih untuk menjamin pasokan dua perusahaan penyedia Air minum di Jakarta, PT. Palyja perusahaan Prancis dan PT. Aetra perusahaan Singapura.Pemulihan DAS Citarum sudah di desakan sejak sepuluh tahun terakhir. Data LPPM Unpad menyebutkan bahwa 12 tahun terakhir sejak 1990, telah terjadi penyusutan luas area hutan dari 21,4 persen menjadi 14,2 persen. Sementara lahan pertanian berkurang dari 56 persen menjadi 27,5 persen. Pun demikian dalam sepuluh tahun terakhir pemerintah tidak melakukan hal berarti karena sibuk membuat proyek utang, menunggu dan mengharap cairnya dana utang.Pemerintah Pusat, sejak tahun 2003 sebenarnya telah mengusung Program Investasi Pengelolaan Sumber Daya Air Citarum secara Terpadu (Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program; ICWRMIP) yang diusung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Namun dana utang tahap pertama baru cair sebesar 50 juta dolar AS kepada pemerintah Indonesia untuk perbaikan Citarum. Utang itu merupakan utang tahap pertama dari kerangka paket pinjaman multitahap senilai 500 juta dolar AS untuk program selama lima belas tahun.Seperti diketahui, bahwa perbaikan sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) selayaknya dilakukan dari hulu. Namun, dalam program tahap pertama ini (2009), malah digunakan untuk memperbaiki Kanal Tarum Barat, sepanjang 54,2 kilometer. Mulai dari Karawang sampai Bekasi. Lalu, akan dilanjutkan untuk membangun siphon (saluran bawah tanah) di bawah sungai Bekasi untuk menjamin kualitas dan kuantitas pasokan air bersih ke Jakarta.Menurut M. Islah, Pengkampanye Air dan Pangan WALHI, "jika pemulihan DAS Citarum dilakukan dari hulu dan dari dulu, maka dampak bencana yang menimpa Jawa Barat bulan lalu dapat diminimalisir." “selain itu, pemulihan DAS tidak dapat mengandalkan proyek-proyek jutaan dolar yang berasal dari utang luar negeri. Selain cenderung didompleng kepentingan-kepentingan privatisasi, juga memperbesar beban utang indonesia”.Jika untuk melakukan restorasi DAS Citarum saja Indonesia menghutang sebesar $ 500 Juta atau sebesar 5 trilyun rupiah dari Asian Devolepment Bank (ADB). Bayangkan berapa utang yang harus ditanggung rakyat untuk memperbaiki 64 DAS yang rusak di seluruh Indonesia. Belum lagi proyek-proyek besar sering di korupsi.Masih menurut WALHI, Memulihkan Indonesia dari ketidakadilan dan bencana ekologis yang datang setiap hari harus di lakukan oleh kekuatan bangsa Indonesia sendiri. Mengharapkan pendanaan asing dari skema pasar maupun utang luar negeri hanya akan menambah masalah dikemudian hari. Keikut-sertaan masyarakat ini dapat dilakukan jika pemerintah konsisten ingin memulihkan Indonesia, tidak mengeluarkan kebijakan yang justru mengancam kelestarian lingkungan hidup dan menghentikan konversi hutan, pertambangan dan pembangunan yang merusak lingkungan.Menurut Teguh Surya, Kepala Departemen Kampanye WALHI, “Peraturan Pemerintah (PP) No.24 tahun 2010, tentang Penggunaan Kawasan Hutan, justru mengancam kehancuran hutan tersisia. Karena dalam PP tersebut pemerintah juga mengizinkan pemakaian kawasan hutan untuk pertambangan dan kepentingan diluar kegiatan kehutanan lainnya.” (selesai)